13 July 2019

Segalanya Adalah Pembelajaran

1 comment
Assalamu’alaikum warrohmatullahi wabarakaatuh ya ahli kubur!

Sudah terlalu lama sejak urusan percintaan mengacaukan jiwa dan raga ini, kehidupan gue jadi dipenuhi oleh hal-hal yang sebenarnya tidak penting-penting banget, kayak stalking twitter, mantengin story, liatin foto-foto orang, muroja’ah chat-chat lama dan segala hal mengenai kebucinan lainnya yang lu bakal sesali di hari kiamat kelak. Kenapa gue bilang ‘tidak penting-penting banget’? ya karena mutlak kegiatan seperti itu tidak akan menunjang masa depan kita. Iya kita, aku dan kamu.

Karena beberapa bulan lalu gue terjerembab dalam kegiatan seperti itu, sudah tidak bisa dipungkiri lagi, gue telah masuk ke dalam kategori lelaki lemah, tapi bukan yang terlemah tentunya, karena gelar lelaki terlemah masih dipegang oleh Makise, temannya Genji.

Kalau mau bahas segala sesuatu yang berhubungan dengan percintaan, seakan gue adalah pecinta yang handal. Padahal mah kagak! Main game The Sims aja gue nembak cewek ditolak mulu. Hidup memang tidak akan bisa lepas dari percintaan, tapi hidup tidak akan selalu tentang percintaan, masih ada perkariran, pereligiusan, persekolahan, dan per per-an lainnya yang tidak bisa disebut satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat saya sebagai kepala sekolah Tadika Mesra. ~Lah

Kali ini gue ingin membagikan sedikit maklumat tentang belajar. Belajar menurut KBBI sendiri artinya adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.

Jadi sejatinya, apa pun dan dari mana pun ilmu yang lu peroleh, itu didapatkan dari proses yang dinamakan belajar. Dan belajar pun bukan hanya di sekolah saja, belajar bisa di mana pun. Bahkan menurut Meyke S.Tedjasaputra, bermain adalah pembelajaran terbaik yang cocok untuk anak kecil.

Waktu SD gue punya temen namanya Hadi, setiap hari kerjaannya main PS 1 mulu, tapi nilai bahasa Inggrisnya tinggi banget. Pas bokap gue nanya ke bokapnya Hadi, “Wah, Hadi pinter bahasa Inggris yah? Les di mana?”, dengan chill dan thug life-nya, bokapnya bilang, “dari main PS” ~taradadada (pake kacamata item sambil sebats)

Namun, kenyataannya di lingkungan kita, ada saja orang-orang konservatif yang menganggap bahwa belajar itu harus akademik, khususnya segala pelajaran ke-MIPA-an. Gue juga suka risih sama orang-orang yang menganggap orang ‘pintar’ itu adalah orang yang menguasai bidang ke-MIPA-an. Dan parahnya, mereka menganggap anak yang gak menguasainya dicap ‘bodoh’. Padahal, untuk menjadi pintar sangatlah mudah. Cukup menjadi dukun dan minum tolak angin, anda sudah pintar tanpa menguasai MIPA. Hehe. Tapi intinya, orang yang menguasai akademik itu pintar, orang yang menguasai non-akademik juga pintar. Mereka pintar di bidangnya masing-masing.

Kenapa gue berani menganggap segalanya adalah pembelajaran? Karena ada beberapa momen dalam hidup gue, yang membuktikan bahwa segala hal yang dilakukan adalah pembelajaran.

Ketika SMP dan SMA, gue suka banget nonton film. Waktu weekend sering gue isi dengan menonton beberapa film yang ada di komputer rumah. Kakak gue emang demen banget nge-copy film-film, anime-anime, dll dari temannya. Nah ada beberapa film yang bikin gue addict banget. Sampai ada beberapa film yang gue hafal beberapa soundtrack-nya, kayak film; Suckseed, 3 Idiots, You are the apple of my eye, dll.

Saking addict-nya, gue searching lirik berserta terjemahan lagu-lagu berikut di mbah gugel, lalu gue print. Mungkin kalau ada orang-orang konservatif melihat apa yang gue lakukan kala itu, bakalan nyindir dengan kalimat-kalimat sinis, “ah itu mah kagak ada gunanya”, “ngapain lo ngapalin lagu Thailand sama lagu India? Aneh bego!”. ~Tapi kalo dipikir-pikir, emang gue aneh sih ngapalin lagu Thailand. Tapi kalo kala itu udah ada lagu wik-wik, udah gue apalin pasti wkwk.

Beberapa tahun berlalu, akhirnya gue masuk dunia perkuliahan. Gue kuliah di Universitas Al Azhar, Mesir. Sebelum memasuki kampus, kami para mahasiswa diwajibkan mengikuti pelatihan bahasa. Selagi dalam masa pelatihan bahasa, kelas gue dipenuhi oleh mahasiswa lain dari negara Malaysia, Thailand, India, Pakistan, Turki, Nigeria, dan negara-negara lain yang tercantum di buku RPUL.

Layaknya manusia pada umumnya, gue juga melakukan interaksi sosial terhadap sesama manusia dong. Mahasiswa-mahasiswa asal Indonesia biasanya memulai interaksi dengan monoton, template-nya sama,

Asal mana?
Siapa namanya?
“Kamu di mana?”
“Dengan siapa?”
“Semalam berbuat apa?” ~Lah napa jadi lirik lagu Kangen Band?

Gue gak mau mengikuti template monoton begitu. Menjijikkan! Basi! Hehe. Nah, di saat-saat seperti itu lah, kegemaran yang gue gandrungi dulu, yaitu menonton film-film luar, dan menghapal lirik-lirik lagu menjadi berguna.

Ada teman gue yang berasal dari India dan Pakistan, gue membuka percakapan dengan begini,
Saaari umrr hum mar mar ke ji liye, ik pal toh abb hamein jine do, jine do, mendengar kalimat sakti itu, mereka spontan bilang, “kamu bisa bahasa Urdu?
Ohhh, jelas tidak bisa dong, itu sepenggal lirik di film 3 Idiots dong”

Dari situ, kami akrab dan mengobrol panjang walau seterusnya pake bahasa pemersatu kami di kuliah, yaitu bahasa Arab.

Ada lagi teman gue yang berasal dari Thailand, gue memulai percakapan dengan lirik lagu di film Suckseed.
“Ohak sam sam, gojeb ma samson, gab wa per per, meymi kre jam, teminikrai son jay” begitu juga dengan teman gue dari Malaysia, gara-gara sering nimbrung adek gue nonton Upin-Ipin ama Boboboi, gue jadi tau beberapa kosakata bahasa Malaysia.

Ada kebahagiaan tersendiri saat diri kita bisa mengetahui hal yang jarang orang lain ketahui. Sama kayak kasus gue ini, seneng banget gue bisa mulai conversation pake lirik lagu. Dulu gue gak tau, apakah film-film, lirik-lirik, budaya-budaya yang gue tonton dapat berguna di kemudian hari. Semua itu gue lakuin ya karena gue senang aja. Tapi ternyata semua itu berguna. Dari mana? Ya dari belajar. Belajar bisa dari mana aja; melihat, mendengar, merasakan, dan yang paling penting berpikir. Kadang bisa dari rasa senang dan ketertarikan, kadang juga dari rasa sedih dan keterpaksaan.


Ada sebuah kalam hikmah yang sangat masyhur di kalangan anak pesantren berbunyi, “Belajarlah kalian semua, mulai dari buaian sampai liang lahat!”

Semuanya adalah pembelajaran, apa pun yang kalian alami sekarang, entah itu suka atau pun duka. Jangan lupa untuk meresapinya, karena itu adalah pembelajaran. Dan insyaallah akan berguna di waktu yang tepat.



Anjay, keren yak tulisan gue kali ini? Semoga bermanfaat!
Read More

13 November 2018

Perbedaan

Leave a Comment



Setiap dari kita pasti punya grup whatsapp. Macam-macam, mulai dari grup whatsapp keluarga, kawan dekat, kawan les, dan bahkan organisasi. Biasanya grup whatsapp diramaikan karena banyak hal; tugas-tugas, sepak bola, bencana, musibah, kajian, dan pengumuman-pengumuman lainnya. Namun, mendekati pemilu. Semua manusia seakan ingin show up agar dianggap intelek dan cendekia. Pelajar sekolah dasar pun dengan bangga mendukung pilihan keluarganya, walau ia sendiri belum memiliki KTP.

Awalnya berkawan baik, setelah membahas pemilu, mereka berantem. Membahas pemilu menjadi sarana memutus silaturahim.

Slank bilang “Walaupun kita tak sama, tapi kita gak boleh berantem”.

Perbedaan memancing permusuhan. Muka dan kepriadian kita berbeda satu dengan yang lainnya, akan kah kita bermusuhan?

Beda tim kesayangan, dibunuh. Beda suku, dibunuh. Beda agama, dibunuh. Agama sama, tapi beda aqidah, tetap dibunuh. Dalam persamaan pun ada perbedaan.

Semua orang ingin yang lainnya satu suara, makanya grup whatsapp ramai bahas pemilu. Dukung partai ini, partai lain korupsi. Dukung wakil presiden ini, wakil presiden itu jelek. Terus saja seperti itu, sampai Sukabumi berubah nama jadi Sukakamu.

Manusia memang diciptakan berbeda-beda. Namun manusia diciptakan untuk bersatu. Adam dan Hawa jelas berbeda, tapi mereka bersatu. The Jak dan Viking berbeda, harusnya mereka bersatu. Perbedaan menimbulkan pasangan. Banggalah saya tinggal di Indonesia, semboyannya saja ‘Bhinneka Tunggal Ika’, berbeda-beda tapi tetap satu jua.

Perbedaan itu rahmat, perbedaan itu indah. Perbedaan itu harus diterima, bukan disanggah. Hiduplah dalam perbedaan dengan bertoleransi.

“Bagiku agamaku, bagimu agamamu”.

Read More

07 November 2018

Isu-isu Yang Berubah Menjadi Asu

Leave a Comment


Belakangan banyak sekali isu-isu yang tampak ke permukaan. Isu komunis, isu wahabi, dan isu kehamilan Lucinta Luna menjadi isu top three yang kerap kita lihat di sosial media. "Bisa gak sih netizen gak ikut campur urusan orang lain?!" ketik seseorang di laman komentar selebgram, tanpa ia sadari dirinya telah mengikut campuri urusan orang lain.

Banyak pembela NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang termakan oleh isu komunis. Rasa cinta terhadap negara meningkat, rasa benci terhadap komunis juga semakin meningkat. Banyak pembela ustaz ahlussunnah juga termakan isu wahabi. Rasa cinta terhadap ustaz ahlussunnah meningkat, rasa benci terhadap wahabi juga meningkat. Urusan kehamilan Lucinta Luna, hanya orang-orang yang terlalu memaksakan nalar yang mempercayainya.

Ini wajar, karena apa yang mereka cintai seakan diusik oleh keberadaan isu-isu tersebut. "Dasar komunis bangsat", "Dasar wahabi anjing", dan "Dasar Lucinta Tai" komentar netizen.

Membela negara dan agama adalah sebuah kewajiban, membela Lucinta Luna adalah sebuah kegabutan. Tetapi memaki dan berburuk sangka bukanlah solusi. Kelebihan kita, membela mati-matian. Kekurangan kita, doyan memaki.

Netizen pun gamam bukan kepalang, berkoar dianggap salah, diam dianggap tidak benar. Kelabu memang, tidak ada bedanya seperti lelaki menghadapi wanita PMS. Serba salah. Makanya Raisa bikin lagu judulnya serba salah. Itu untuk kalian para lelaki.

Penebar isu tidak akan hilang sampai Dajjal dan Ya'juj Ma'juj musnah. Itu berarti, isu-isu akan selalu hadir berdampingan dengan hidup manusia di muka bumi. Semakin kita marah akan isu, semakin senang si penebar isu. Karena memang itu yang mereka inginkan, kebencian. Kalau ingin hidup tanpa isu, cobalah ke planet Mars.

Read More

06 November 2018

Lari Dari Masalah

Leave a Comment


“Lari dari masalah enak banget yah” ujar seorang remaja setelah melihat Setya Novanto berusaha kabur dari penyidik.

Setiap makhluk hidup sudah pasti memiliki masalah. Mulai dari amoeba, plankton, jaguar, platipus, cekibar, paus biru, dan bahkan manusia pernah menghadapi masalah. Banyak yang lari dari masalah, banyak juga yang menghadapinya. Menghadapi masalah, ada dua kemungkinan; Berhasil dan Gagal.

Baru-baru ini saya tertimpa banyak masalah; masalah percintaan, masalah pertemanan, masalah kuliah, dan berbagai masalah lainnya. Seandainya masalah datang dengan permisi, sudah pasti ia tidak akan saya persilakan masuk. Biarlah ia di luar, biar pergi dengan sendirinya.

Sayangnya tidak, masalah tidak seperti itu. Ia datang tak pernah permisi, tak pandang bulu, tak kenal waktu, tak tik dum wer.

Minggu lalu saya dijauhi kekasih, kemarin kaki saya keseleo, hari ini bisnis kecil-kecilan saya dan teman saya gagal, besok saya hidup galau.

Saya belajar dari pengalaman yang sudah lalu. Selain polisi nakal, masalah juga harus dihadapi. Setiap ada masalah, saya berusaha selalu mengucap syukur alhamdulillah, walau itu berat.

Masalah membuat manusia yang mengalaminya merasa tak hidup, tapi tak juga mati. Hidup merasa tidak berwarna, mimpi seakan buyar, hidup serasa fana, walau memang sudah seharusnya. Hidup segan mati pun tak mau.

Saya selalu berbaik sangka, bahwa masalah datang untuk menguji kita. Saya juga yakin, Allah menurunkan masalah sesuai kesanggupan makhluknya. Jika ada masalah, lebih baik berdoa, sebab bicara belum tentu didengar, menulis belum tentu dibaca, berseni belum tentu dihargai.

Beberapa orang lebih memilih memendam masalah dan tidak mengumbarnya, beberapa lagi memilih melakukan hal-hal gila. Saya mencoba memendamnya dengan melakukan hal-hal gila. Namun ternyata yang saya butuhkan adalah perhatian. Perhatian memang penting, terlebih perhatian dari orang tersayang. Seandainya saya tidak dapat perhatian, mungkin saya sudah terlanjur menjadi gila seperti orang-orang gila pada umumnya.

Ingin lari dari masalah, namun rasanya terlalu cemen. Hadapi setiap masalahmu, bersabar di setiap masalahmu, dan jangan lari dari masalahmu. Lari dari masalah malah memperburuk masalah itu sendiri. Setya Novanto contohnya.
Read More

24 October 2018

Menangislah Jakarta

Leave a Comment


Saat saya mengenyam pendidikan di sekolah dasar (SD), ada dua mata pelajaran yang kala itu sangat saya cintai; Pelajaran Agama dan Pelajaran PLKJ (Pendidikan Lingkungan Kebudayaan Jakarta).  Ternyata sudah sedari dulu saya mencintai apa yang dicintai warga Jakarta kini butuhkan, religuis dan cinta Jakarta.

Pelajaran Agama, membahas tentang keesaan Tuhan, berbuat baik, beramal saleh dan lain sebagainya. Dengan kata lain, Agama mengatur kehidupan manusia. Sementara pelajaran PLKJ, membahas tentang lingkungan, kebudayaan Jakarta dan asal muasal kota Jakarta. Singkatnya, pelajaran ini mengajarkan arti melestarikan dan arti menjaga lingkungan kebudayaan Jakarta.

Sejak dini warga Jakarta dididik untuk berbuat baik dan mencintai lingkungan. Lain lagi urusan mencintai gebetan, itu bisa belajar sendiri. Tapi ketika beranjak dewasa, warga Jakarta lebih mencintai gebetan dari pada mencintai lingkungan.

Tidak mencintai gebetan berdampak menjauh dan dijauhi secara personal, tidak mencintai lingkungan berdampak banjir, polusi udara, kerusakan ekosistem secara jemaah.

Seandainya kota Jakarta bisa bernyanyi, sudah pasti ia akan menyanyikan lagunya The Banery yang berjudul 'Karena Dia' sambil menunjuk manusia.

Kita terkadang kalah oleh permainan yang kita buat sendiri. Ya, permainan masa bodoh. Yang namanya permainan, lebih condong ke arah mudarat. Hasilnya apa? Alhasil demo dengan embel-embel 'Turunkan Pemerintah, Turukan Gubernur, Turunkan Lurah, Turunkan RT, Turunkan harga air bersih" mencuat ke khalayak ramai.

Mereka tidak sadar, yang sebenarnya harus diturunkan bukanlah pemerintah, gubernur, lurah, RT, apalagi harga air bersih. Tapi, ego dan sikap masa bodoh mereka.

Read More